readbud - get paid to read and rate articles

Selasa, 25 Mei 2010

Guru, Sertifikasi dan Tingkat Kelulusan Murid

Sekarang ini para Guru (kebanyakan) pada berlomba-lomba mengejar sertifikasi guru. Mengapa? Karena memang dengan diperolehnya sertifikasi tersebut para Guru mendapat gaji dobel. Wah mantaps tuh. Kalau dulu, jaman saya masih SD, guru sering dijuluki "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa". Juga Mas Iwan Fals pun dalam sebuah lagunya yang berjudl "Oemar Bakri" menggambarkan keadaan (nasib) guru. Huh....kasihan kalau mendengar syair lagunya Mas Iwan tersebut.
Tetapi...ii sekarang sepertinya keadaan sudah berbalik 100%. Dan sayup-sayup lagu Mas Iwan-pun sudah hampir tidak terdengar lagi (untung saya masih menyimpan mp3-nya. wkwkwkwkwk). Saat ini gaji dulu sudah luar biasa peningkatannya terlebih yang sudah bersertifikasi. Woww....Maka tidak heran jika berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan sertifikasi tersebut (silakan baca koran, majalah, berita-berita). Dari memalsu rekomendasi, ijasah palsu, porto folio (salah satu syarat mendapat sertifikasi), dan trik lain yang harusnya seorang guru tidak melakukan.We...ee malu dong sama muridnya. Beruntung guru yang berkarya masa sekarang Coba anda sekalian (para guru) bayangkan Guru jaman dulu. Kadang rumah-pun tidak punya. Berangkat - pulang kerja jalan kaki (karena sayang kalau buat naik angkutan- gaji tidak nutup bisa tekor). Tapi satu hal yang saya amati (mungkin baru satu) yang tidak dipunyai guru saat ini dibandingkan guru jaman dulu. Yaitu "WIBAWA". Guru jaman dulu untuk mengingatkan kesalahan seorang murid tidak perlu teriak-teriak. Cukup dengan pandangan mata, biasanya murid sudah tahu kesalahannya.Batapa ber wibawanya guru jaman dahulu. Memang kalau dilihat secara materi sangat jauh beda, tetapi PENGHARGAAN guru oleh murid ataupun masyarakat luar biasa. Saya ingat sekali setiap pagi, sebelum masuk kelas, saya dan teman-teman menunggu guru kelas di pintu gerbang. Berebutan hanya untuk membawakan tas guru masuk ke ruang kelas atau memarkirkan sepeda ontelnya di tempat parkir. Adakah guru sekarang yang mengalami hal tersebut ??? Sebuah kenangan yang indah (bagi saya), begitu membekas di hati. Lain halnya dengan sekarang. Guru datang, jangankan membawakan tas, menyapapun tidak. Apalagi memakirkan kendaraan. Ya bagaimana mau mearkirkan kendaraan. wong kenbanyakan guru membawa mobil. Minimal motor (kebanyakan keluaran terbaru).  Itu baru soal materi dan wibawa. Bagaimana dengan output-nya ??? Kebanyakan murid sekarang yang diandalkan emosi. Bahkan dengan gurupun kadang ada yang berani menantang. Dan ouput murid jaman dulu, menurut apa yang saya rasakan dan saya amati, logika berpikirnya lebih huebat. Coba tes orang tua kita masing-masing. Semangat hidup dan belajar orang jaman dulu pun lebih besar. Lha murid jaman sekarang ??? Silakan lihat disekitar anda masing-masing. Amati tingkah laku mereka sehari-hari dalam pergaulan. Berapa banyak murid yang tidak lulus Ujian Nasional ???? Jadi seimbangkah antara sertifikasi (ada yang dengan segala cara untuk mendapatkan) dengan output yang dihasilkan ????? Silakan menilai sendiri. Atau memang sudah jamannya seperti ini ???? walau begitu, saya tetap berterimakasih untuk semua guru (terutama guru saya). Karena berkat beliau-beliau, saya bisa seperti ini dan bisa menulis disini.

Tidak ada komentar:

Mohon Komentarnya Ya